Jakarta, CNBC Indonesia – Saham-saham emiten pertambangan mineral nikel, timah, dan emas rebound lagi pada awal perdagangan Rabu ini (4/9/2019) setelah Selasa kemarin kompak ambruk didera aksi ambil untung investor (profit-taking) baik lokal maupun asing.
Beberapa saham sektor ini yang melesat yakni PT Timah Tbk (TINS), PT Vale Indonesia Tbk (VALE), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC), PT Central Omega Resources Tbk (DKFT), dan PT SMR Utama Tbk (SMRU).
Dari semuanya itu, mengacu data perdagangan pukul 10.34 WIB, saham dengan penguatan tertinggi yakni Kapuas Prima yang melesat hingga 7,14% di level Rp 600/saham. Kapuas fokus pada bijih besi dan seng dan mengalami penguatan harga saham sejak awal tahun hingga saat ini mencapai 88%.
Saham berikutnya yang juga tinggi yakni Timah yang naik 2,84% di level Rp 1.085/saham, disusul berikutnya Central Omega yang juga fokus bisnisnya di tambang nikel. Saham Central Omega naik 2,22% di level 276/saham.
Lainnya yakni SMR Utama sahamnya naik 2% di level 51/saham dan Vale Indonesia naik 1,57% di level Rp 3.890/saham.
SMR sebetulnya fokus pada batu bara, tapi beberapa proyek sebelumnya perusahaan ini menjadi kontraktor tambang nikel di PT Gane Permai Sentosa, Pulau Obi, Maluku Utara pada kurun 2008-2009. SMRU juga menjadi kontraktor tambang nikel milik Antam di Tambang Pulau Gee, Maluku, pada kurun 1998 hingga 2007.
Penguatan pagi ini mengakhiri kejatuhan saham-saham sektor ini yang terjadi kemarin setelah asing dan lokal merealisasikan keutungan sesaat. Pagi ini, asing mulai akumulasi lagi di saham TINS Rp 278 juta, di INCO Rp 10,16 miliar, DKFT Rp 30 juta, di saham ZINC Rp 1,38 miliar, sementara di saham ANTM asing malah net sell Rp 2,32 miliar.
Pada Senin lalu, saham-saham emiten tambang mineral sempat meroket tinggi setelah pemerintah resmi akan melarang ekspor nikel mulai 1 Januari 2020 demi memperkuat nilai tambah komoditas mineral ini di dalam negeri. Larangan ekspor ini pun mendorong ekspektasi suplai akan berkurang sehingga harga nikel naik.
Berdasarkan International Nickel Study Group (INSG), pada tahun 2017 Indonesia menduduki posisi kedua sebagai produsen nikel terbesar dengan kapasitas produksi mencapai 205.000 ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT