Jakarta, CNBC Indonesia – Selain memiliki tanah yang subur dan sumber daya alam yang mumpuni, Indonesia juga ternyata memiliki tanaman yang bisa menghasilkan dan menyerap logam berat di tanah melalui rantai makanan secara biologis.
Fakta ini diungkap Pakar Biologi Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Hamim. Menurutnya, ada beberapa jenis tumbuhan yang mampu menyerap logam berat dalam jumlah besar atau hiperakumulator.
Tanaman penghasil logam ini banyak tersebar di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga Papua. Daerah tempat tanaman ini berkembang memiliki kandungan logam tinggi seperti tanah ultrabasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nikel merupakan salah satu jenis logam yang pembentukannya terjadi di batuan ultrabasa.
Selama ini, potensi tumbuhan hiperakumulator belum tergarap optimal. Karena itu, perhatian berbagai pihak dibutuhkan agar tanaman-tanaman terkait bisa dimanfaatkan untuk fitoremediasi dan fitomining.
Apa Itu Fitomining?
Fitomining sebenarnya bukan merupakan hal baru. Periset dunia telah lama mengetahui bahwa ada ratusan jenis biota yang berfungsi sebagai hiperakumulator.
Bapak peleburan mineral modern, Georgius Agricola, melihat potensi ini 500 tahun lalu. Dia melebur tanaman di waktu luangnya pada abad ke-16.
Rufus Chaney, seorang ahli agronomi yang bekerja di Departemen Pertanian AS selama 47 tahun, menemukan kata “phytomining” pada tahun 1983 dan memulai percobaan pertama di AS pada tahun 1996. Namanya diabadikan di salah satu tanaman penghisap nikel yang digunakan di salah satu kawasan di Malaysia.
Robert R. Brooks dan Michael F. Chambers, dua peneliti dari departemen ilmu tanah Massey University bersama Larry J. Nicks dan Brett H. Robinson, peneliti asal Nevada, AS, dalam paper bertajuk Phytomining yang terbit di Jurnal Cell Press tahun 1998 menyebut sejumlah tumbuhan dapat mengakumulasi logam 100 kali lipat lebih tinggi dari tumbuhan biasa non-akumulator. Untuk sebagian besar logam batas konsentrasi adalah 1 gram/kg (0,1%) massa kering, kecuali zinc (1%), emas (1 ppm atau 1 gram/ton) dan kadmium (0,01%).
Dalam penelitiannya mereka juga menyebutkan bahwa sebagian besar tanaman tersebut dapat mengumpulkan nikel. Robert dkk menyebut terdapat 300 spesies yang merupakan hiperakumulator nikel.
Proyek pertama fitomining dilakukan oleh biro pertambangan AS di Reno, Nevada menggunakan spesies Streptanthus polygaloides yang banyak ditemukan di wilayah tersebut untuk mengakumulasi nikel. Penelitian yang dilakukan di situs dengan kandungan nikel 0,35% dalam tanah – angka ini jauh di bawah standar industri penambangan – tersebut menyebut bahwa penambang dengan tanaman dapat memperoleh keuntungan US$ 513/hektar.
Penelitian yang mirip juga dilakukan di Italia dengan menggunakan jenis spesies lain dan mampu menghasilkan nikel sebanyak 96 kg/hektar pada wilayah yang mengandung 0,8% nikel.
Beberapa tanaman Bumi memiliki kedekatan yang sangat erat dengan logam, yang mana akar tumbuhan bertindak seperti magnet, organisme ini tumbuh subur di tanah kaya logam yang membuat ratusan ribu spesies tanaman lain tidak dapat bertahan atau mati.
Beberapa hiperakumulator tersebut logamnya dipanen dengan cara mengiris salah batangnya, seperti menyadap karet, dan mengeluarkan cairan getah warna hijau biru. Konsentrat tersebut dapat menghasilkan kadar nikel di atas bijih yang digunakan memasok ke smelter peleburan nikel dunia.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT