Jakarta, CNBC Indonesia – Pelaku usaha dibuat bingung atas kebijakan yang telah dibuat pemerintah dalam proses pencabutan izin tambang. Terlebih, kebijakan yang dikeluarkan tersebut bertentangan satu sama lain antar Kementerian.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menjelaskan bahwa dasar hukum pencabutan perizinan pertambangan yang tidak berkegiatan telah diatur dalam pasal 119 UU Nomor 3 2020. Adapun izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dicabut oleh menteri jika perusahaan melanggar ketentuan sebagai berikut;
a. pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUP serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
b. pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c. pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit.
Kemudian dasar hukum yang kedua yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 pasal 185. Dalam aturan tersebut, sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat yakni berupa.
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan, eksplorasi atau operasi produksi
c. pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk penjualan.
Berikutnya, dasar hukum pencabutan lainnya adalah Keputusan Presiden nomor 1 tahun 2022. Melalui Kepres ini Presiden Joko Widodo membentuk Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Di mana, dalam pasal 3 poin b memberikan rekomendasi kepada Kementerian Investasi atau kepala BKPM untuk melakukan pencabutan izin usaha pertambangan. “Jadi Menteri investasi dapat wewenang untuk melakukan pencabutan izin usaha pertambangan,” kata dia dalam RDPU bersama Komisi VII, Selasa (22/3).
Sementara, jika merunut kembali pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. Maka suatu regulasi sub sektor mineral dan batu bara memberikan kepastian hukum, kemudahan berusaha dan investasi, dan pengutamaan kepentingan nasional.
“Itu menurut PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang pertambangan,” katanya.
Selain itu, Meidy menambahkan bahwa alasan IUP produksi yang belum melakukan kegiatan produksi karena adanya beberapa faktor. Antara lain seperti terkendala pengajuan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dikarenakan tidak adanya kuota IPPKH.
Kemudian sedang melakukan kegiatan eksplorasi, sudah memiliki perjanjian kerja sama jaminan suplai untuk pabrik nikel olahan. Lalu, terkendala perizinan pelabuhan, terkendala pembebasan lahan dengan masyarakat pemilik lahan, dan kelengkapan dokumen RKAB.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT