Sumber gambar, Getty Images
Stok oksigen di sejumlah toko isi ulang oksigen di Jakarta habis, di tengah meningkatnya jumlah isolasi mandiri (03/07).
Pasokan oksigen di rumah sakit dan pasaran kini dalam status kritis seiring peningkatan kasus Covid-19 yang terus memecahkan rekor. Bahkan, beberapa rumah sakit harus menutup pintu bagi pasien baru dengan gangguan pernapasan.
Pemerintah, seperti yang diungkapkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kini mengalihkan 100% oksigen industri untuk kesehatan dan telah menyiapkan skenario terburuk jika kasus penularan meningkat hingga 40 ribu atau lebih untuk suplai oksigen, obat, rumah sakit dan kebutuhan lainnya.
Mengapa stok oksigen kritis dan perlukah menstok oksigen di rumah?
Kekosongan stok oksigen disebabkan karena ketidakmampuan pemerintah mengantisipasi rekor peningkatan kasus dan potensi kelangkaan sarana penunjang pelayanan Covid-19, kata Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra.
Padahal, IAKMI dan ahli kesehatan lain telah memperingatkan pemerintah sejak awal tahun ini, bahwa pada Juni dan Juli akan terjadi kenaikan signifikan kasus Covid-19 hingga tiga kali lipat – akibat ekses keramaian, seperti liburan.
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Sebagai contoh, Instalasi Gawat Darurat (IGD) dua rumah sakit di Bandung, Edelweiss Hospital dan RS Al Islam Bandung, untuk sementara tidak menerima pasien baru dengan keluhan pernafasan akibat keterbatasan pasokan oksigen.
Baca juga:
Menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), kelangkaan oksigen disebabkan tingginya permintaan, proses distribusi ke rumah sakit yang membutuhkan waktu, hingga keterbatasan jumlah tabung oksigen.
Dari awal Juni hingga Selasa, (06/07), terdapat sekitar 324 orang meninggal dunia karena 'terpaksa' melakukan isolasi mandiri. Penyebabnya dua, yaitu fasilitas kesehatan yang disebut LaporCovid-19 'kolaps' dan langkanya pasokan oksigen.
Berdasarkan data Selasa, (06/07), terjadi pertambahan 31.189 kasus sehingga total menjadi 2.345.018 konfirmasi positif.
Sementara jumlah meninggal bertambah 728 sehingga menjadi 61.868 orang. Sedangkan total kasus aktif berjumlah 324.597 jiwa.
Sumber gambar, Fajar Sodiq
Petugas sedang mengisi tabung oksigen di Samator Gas Industri Surakarta.
Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu
Episode
Akhir dari Podcast
Joko Waluyo yang tinggal di Solo harus rela jauh-jauh mendatangi perusahaan penyedia oksigen, Samator Gas Industri Surakarta yang terletak di Kabupaten Karanganyar.
Sebelumnya, ia telah keliling ke berbagai agen isi ulang oksigen maupun toko alat-alat kesehatan di Solo tapi hasilnya nihil alias tak ada stok.
"Saya sudah mencari di Solo tapi tidak ada," kata Joko kepada wartawan Fajar Sodiq yang melaporkan kepada BBC News Indonesia, Selasa (06/07).
Dia mencari oksigen untuk membantu kakak iparnya yang sedang menjalani isolasi mandiri karena terpapar Covid-19.
"Kakak ipar usia 58 tahun. Oksigen ini digunakan untuk membantu jika kondisinya sedang nge-drop. Sudah dua kali ini mengisi tabung ke sini," kata Joko.
"Nanti hari Rabu baru ke rumah sakit karena baru dapat jatah kamarnya. Di rumah isolasi mandiri itu sambil menunggu," ujarnya.
Joko tiba di tempat pengisian ulang oksigen itu sekitar pukul 10.00 WIB. Ia pun menunggu lebih dari dua jam untuk mendapatkan oksigen.
Siang itu banyak antrean mobil ambulans dan mobil bak terbuka milik sejumlah rumah sakit yang sedang mengantre untuk mendapatkan jatah oksigen.
Sumber gambar, Antara Foto
Pasien menjalani perawatan di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) di RSUD Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/6). Pemerintah setempat memindahkan ruang IGD ke tenda darurat karena keterbatasan tempat.
Tak hanya dari rumah sakit di Solo, mobil ambulans dan mobil bak terbuka itu juga berasal dari Wonogiri, Sukoharjo dan daerah lainnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Siti Wahyuningsih, mengatakan pasokan oksigen di rumah sakit Solo kritis.
"Deg-degan terus. Ada yang tinggal empat jam habis, tapi ya alhamdulillah selama ini bisa tapi kan sport jatung terus ini," kata Siti – yang menambahkan belum ada laporan rumah sakit kehabisan oksigen.
Nanda Prajoso dari Samator Gas Industri mengatakan, stok oksigen masih mencukupi untuk kondisi saat ini, namun yang menjadi kendala adalah distribusi oksigen ke rumah sakit.
"Dengan adanya lonjakan kasus Covid yang tinggi, ini kita cukup kewalahan. Lonjakannya sampai 3-4 kali pengiriman, bahkan sampai jam tiga pagi setiap harinya," kata Nanda.
Nanda menambahkan, selain itu, keterbatasan jumlah produksi juga disebabkan oleh kurangnya tabung yang dimiliki.
"Biasanya 350 tabung, sekarang mencapai 700-800 tabung per hari. Kami sudah mengupayakan pinjam (tabung) sana sini, dan mentok. Jadi itu [upaya] maksimal kami," tambahnya.
Sumber gambar, Getty Images
Pasien COVID-19 menggunakan selang oksigen di dalam kompleks Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet (28/06).
Di Jawa Barat, tepatnya Kota dan Kabupaten Bandung, terdapat dua rumah sakit yang menolak pasien baru dengan keluhan gangguan pernafasan karena kekurangan oksigen, yaitu IGD Edelweiss Hospital dan Rumah Sakit Al Islam Bandung.
Direktur Rumah Sakit Al Islam Bandung, Muhammad Iqbal, mengatakan penutupan layanan tersebut disebabkan kurangnya cadangan oksigen yang dimiliki.
"Pasokan oksigen hari Minggu tidak ada kepastian, sementara cadangan hanya sampai Senin pagi, untuk menjamin pelayanan, kami menutup sementara layanan yang memerlukan oksigen," kata Iqbal kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan kepada BBC News Indonesia.
Untuk saat ini, rumah sakit itu menyediakan 107 tempat tidur bagi pasien Covid yang sekitar 80%-nya membutuhkan oksigen, serta kasus non-Covid lainnya.
"Sehingga total 180 pasien butuh oksigen dari kapasitas 232," ujarnya dengan kebutuhan 2,5 ton oksigen cair dan 90 oksigen tabung per hari.
Iqbal menjelaskan, untuk penyakit selain Covid dan tidak membutuhkan oksigen, rumah sakit tetap memberikan pelayanan.
Selain jumlahnya yang kritis, warga Kota Bandung, Nang Sudrajat, 57 tahun, juga mengeluhkan harga oksigen tabung yang melambung tinggi.
"Biasanya Rp30 ribu satu kali isi ulang, sekarang jadi Rp50 ribu, hampir 80%. Apalagi butuh hingga tiga tabung per hari, Rp150 ribu, belum untuk obat, benar-benar repot, terkuras. Kalaupun naik Rp35 ribu, wajar," ujar Nang.
Sumber gambar, Antara foto
Pekerja menata tabung oksigen medis di salah satu agen isi ulang oksigen, Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/6/2021).
Nang bercerita, harga tabung kecil ukuran satu meterkubik dulu dikisaran harga Rp1 juta. Namun kini harganya melonjak tajam.
"Anak saya yang di Bogor dapatnya Rp4 juta satu tabungnya, gila itu. Bagi orang yang punya duit mungkin dibeli, tapi bagi yang tidak punya duit, lebih baik bertahan apa adanya," ujarnya.
Kepala Dinas Perdagangan dan Industri Kota Bandung, Eli Wasliah, mengatakan jumlah pasokan dan kebutuhan oksigen tidak seimbang.
"Saya tidak bisa menjamin aman. Ini tidak hanya terjadi di Kota Bandung saja, tapi tempat lain," katanya.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengatakan pasokan oksigen di wilayahnya telah diatur kebiih baik.
"Pemprov akan punya gudang oksigen, kota kabupaten juga akan punya gudang oksigen, sehingga nanti rumah sakit-rumah sakit bisa meminta ke gudang oksigen di kota kabupaten, tidak sepanik sekarang, arah manajemen permintaannya agak dinamis. Nanti provinsi akan mengatur suplai oksigen," ujarnya.
Sumber gambar, Antara Foto
Petugas mendorong tabung oksigen saat menyiapkan ruangan perawatan pada Tower 8 Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Pademangan, Jakarta, Selasa (15/06).
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) pada Januari lalu telah memprediksi bahwa pada bulan Juni dan Juli akan terjadi kenaikan signifikan hingga tiga kali lipat kasus Covid-19.
Kenaikan itu diukur dari beberapa faktor, yaitu ekses keramaian akibat beberapa libur nasional besar, euforia vaksinasi masyarakat dan juga ketidakpatuhan masyarakat yang telah jenuh dalam menjalankan protokol kesehatan.
"Peningkatan kasus hingga kelangkaan oksigen itu karena ketidakmampuan pemerintah memprediksi hingga mengantisipasi situasi," kata Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra.
Ditambah lagi, pemerintah tidak mau belajar dari negara lain dalam menangani Covid – seperti India yang baru saja mengalami krisis oksigen.
"Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia sendiri yang tidak melakukan lockdown, tidak ada social restriction, bahkan kita masih menerima WNA. Cukup paradoks memang, tetapi ini konsekuensi kebijakan rem dan gas, rem dan gas, karena tidak tuntas," katanya.
Menurut data koalisi warga LaporCovid-19, dari awal Juni hingga Selasa, (06/07), terdapat sekitar 324 orang meninggal dunia karena 'terpaksa' melakukan isolasi mandiri akibat rumah sakit penuh.
Penyebabnya dua, yaitu fasilitas kesehatan yang disebut LaporCovid-19 'kolaps' dan langkanya pasokan oksigen.
"Orang berbondong-bondong ke RS yang jadi penuh dan kewalahan, kehabisan oksigen, sehingga banyak yang meninggal di luar RS dan sedang isolasi mandiri. Fasilitas kesehatan kita kolaps," kata Said Fariz Hibban dari LaporCovid-19.
Said mencontohkan, orang tua temannya yang meninggal dunia di rumah sakit, "karena tidak kebagian ventilator, lalu dipindah ke pojok kamar tanpa oksigen, akhirnya gagal nafas dan tidak bisa ditolong lagi," ujarnya.
Sumber gambar, Fajar Sodiq
Petugas sedang mengisi tabung oksigen di Samator Gas Industri Surakarta.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan stok oksigen, baik cair dan gas, mengalami krisis hingga kekosongan di rumah sakit maupun pasaran.
Pertama, disebabkan tingginya permintaan oksigen di rumah sakit yang linier dengan peningkatan jumlah pasien Covid, kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Lia Gardenia Partakusuma.
"Contoh satu rumah sakit kebutuhan oksigen tiga ton itu untuk tiga hari sampai seminggu, kini habis dalam satu hari. Bahkan ada yang kenaikan hingga lima kali dari sebelumnya," kata Lia.
Lia mencontohkan, kebutuhan oksigen di Jakarta, Jawa Barat dan Banten sekarang 750 hingga 800 ton per hari, padahal dalam waktu normal hanya sekitar 150-200 ton.
Kedua, peningkatan yang hampir lima kali lipat tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan pengiriman oksigen dari distributor ke rumah sakit, tidak secepat laju permintaan oksigen.
"Ditambah lagi ada supir yang sakit, lalu jumlah kendaraan terbatas, itu keluhan mereka (distributor), sehingga banyak rumah sakit kekurangan oksigen," kata Lia.
.
Kemudian terkait dengan kekurangan stok oksigen di pasaran, itu disebabkan oleh keterbatasan jumlah tabung yang tidak mudah diproduksi. Akibatnya oksigen tabung menjadi langka dan mahal.
"Kendalanya ada orang yang tidak sakit, tapi dia simpan saja di rumah, sekarang orang agak latah, begitu ada [yang] beli tabung oksigen, ikutan beli bahkan ada yang stok sampai empat. Itu akan mempengaruhi klinik kecil yang butuh oksigen tabung karena jadi langka," ujarnya.
"Tidak semua pasien Covid butuh oksigen. Data memperkirakan hanya 20% untuk yang sedang dan berat, itu harus kita semua sadari, supaya terdistribusi dengan baik ke yang membutuhkan," kata Lia.
Terkait dengan adanya beberapa rumah sakit yang menutup IGD karena keterbatasan oksigen, Lia meminta maaf.
"Karena rumah sakit sudah penuh dan kalau masuk lagi pasien akan bingung, sumber daya tipis," katanya.
Sumber gambar, Getty Images
Petugas kesehatan memindahkan seorang pasien, di luar ruang gawat darurat sebuah rumah sakit di Semarang, Jawa Tengah, (02/07).
Lia menambahkan, oksigen adalah bagian dari terapi pengobatan yang kebutuhannya tidak sama untuk setiap orang – sehingga ada regulator kadar oksigen.
Penggunaannya pun harus berdasarkan anjuran medis dokter, karena potensi efek samping jika kebanyakan.
"Kita perlu datang ke RS memeriksa, butuh oksigen atau tidak. Tidak bisa dipakai sembarangan tanpa saran dokter," katanya.
Senada dengan itu, Hermawan Saputra juga menegaskan oksigen tidak bisa digunakan sembarangan.
Kelebihan oksigen akan menyebabkan keracunan, yang ditunjukkan dengan kejang-kejang, sesak nafas hingga rabun jauh.
"Terapi oksigen itu bagian dari indikasi medis, tidak bisa dilakukan sembarangan," kata Hermawan.
Sumber gambar, Reuters
Koordinator pelaksanaan PPKM darurat kawasan Jawa dan Bali, Luhut Binsar Pandjaitan.
Koordinator pelaksanaan PPKM darurat kawasan Jawa dan Bali, Luhut Binsar Pandjaitan – yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi – dalam konferensi pers mengakui bahwa suplai oksigen sempat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen beberapa waktu lalu.
"Tapi setelah dua tiga hari terakhir ini, kami mobilisasi dari mana-mana, ambil dari Morowali 21 ISO tank dan sudah sampai di Jakarta dan hari ini sudah didistribusi, dan juga kita buka oksigen yang ada di Cilegon, kemudian oksigen yang ada di Batam," kata Luhut.
Luhut menambahkan, ketersediaan oksigen saat ini berdasarkan perhitungan mampu melayani lima ribu, bahkan yang terburuk 60-70 ribu kasus per-hari.
Luhut juga menjelaskan, pemerintah telah mengalihkan 100% oksigen industri untuk kesehatan.
"Kita arahkan supaya oksigen ini murni menolong orang yang diisolasi dan rawat intensif. Sedangkan yang ringan kita gunakan oksigen konsentrator. Kita pesan 10 ribu dan sebagian sudah datang dari Singapura. Kita akan ambil dari tempat lain bila masih kekurangan," tambah Luhut
Luhut melanjutkan, pemerintah telah membuat skenario terburuk jika kasus meningkat hingga 40 ribu atau lebih untuk suplai oksigen, obat, rumah sakit dan kebutuhan lainnya.
"Jadi jangan ada yang meng-underestimate Indonesia tidak bisa mengatasi masalah. Sampai hari ini Yes, tapi kalau kasus lebih dari 40 ribu, 50 ribu kita tentu akan membuat skenario siapa yang nanti akan kita minta tolong dan sudah mulai kita dekati itu semua,"kata Luhut.
© 2023 BBC. BBC tidak bertanggung jawab atas konten dari situs eksternal. Baca tentang peraturan baru terkait link eksternal.