Sumber gambar, AFP ISTANA PRESIDEN
Joko widodo di KRI Imam Bonjol, Natuna.
Untuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo beserta sejumlah menteri kabinet kerja, Kamis (23/06) ini berkunjung ke Perairan Natuna, Propinsi Kepulauan Riau.
Kunjungan di Natuna dilakukan menyusul protes pemerintah Cina pekan lalu atas penembakan kapal nelayan dan penangkapan sejumlah ABK-nya yang diduga mencuri ikan di Natuna.
“Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, Presiden ingin tunjukkan Natuna adalah bagian dari kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung, kepada wartawan, Rabu (22/06).
Presiden yang telah tiba di Kabupaten Natuna, pada pukul 10.00 WIB, didampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti dan tiga kepala staf TNI.
Sumber gambar, AFP ISTANA PRESIDEN
Dalam rapat terbatas, Joko Widodo juga menyatakan akan meningkatkan pembangunan di pulau terluar, Natuna.
Mereka dijadwalkan menggelar rapat terbatas di Kapal Perang Indonesia (KRI) Imam Bonjol-383. KRI tersebut adalah kapal perang yang pekan lalu menembak kapal nelayan Cina yang diduga mencuri ikan di perairan Natuna, wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana menyebut rapat terbatas akan membahas sejumlah hal penting yang “berkaitan dengan perairan Natuna yang posisinya berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan”.
Sumber gambar, AFP AL INDONESIA
Proses penangkapan kapal nelayan Cina.
Sebelumnya, pemerintah Cina telah berkali-kali melakukan aksi dan menyampaikan protes atas penangkapan kapal nelayan dan anak buah kapalnya (ABK) karena dituduh menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna.
Insiden pertama, pada 19 Maret lalu, di mana proses penangkapan kapal nelayan Cina yang diduga menangkap ikan secara ilegal, ‘dihalang-halangi’ oleh kapal penjaga pantai Cina, dengan menabrak kapal ikan itu "agar rusak sehingga tak dapat ditarik."
Cina melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri, Hua Chunying, berkali-kali menyampaikan protes terhadap penangkapan kapal Cina.
Selanjutnya, delapan ABK dan sebuah kapal asal Cina, ditangkap oleh TNI angkatan laut (AL) pada Jumat, 27 Mei, dengan alasan yang sama. Kementerian Luar Negeri Cina mengeluarkan protes terhadap penangkapan ini.
Peristiwa terbaru trjadi Jumat (17/06): TNI AL mengamankan sebuah kapal berbendera Cina dan tujuh ABK-nya karena disebut mencuri ikan di perairan Natuna. Protes sama dikeluarkan Kemenlu Cina, yang kali ini diikuti klaim bahwa TNI AL telah melukai salah satu ABK. Klaim itu telah dibantah TNI.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, mengklaim, di Natuna, nelayannya menangkap ikan di kawasan penangkapan ikan tradisional Cina.
Namun, pemerintah Indonesia membantah klaim tersebut.
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Selasa (21/06), Menteri Susi Pudjiastuti menegaskan tidak mengakui wilayah tradisional penangkapan ikan dari negara manapun.
Susi tegaskan Indonesia tidak akui traditional fishing zone negara manapun, termasuk Cina.
“Kami tidak mengetahui dan tidak mengakui traditional fishing zone siapapun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kecuali di satu wilayah yang telah kita tandatangani bersama di Selat Malaka dengan pemerintah Malaysia,” kata Susi.
Sementara Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan pihaknya tidak akan menyampaikan protes balasan terhadap pemerintah Cina. Retno menyatakan penangkapan kapal nelayan Cina, baik oleh TNI AL maupun KKP, “telah tepat untuk menghadapi situasi yang terjadi.”
© 2023 BBC. BBC tidak bertanggung jawab atas konten dari situs eksternal. Baca tentang peraturan baru terkait link eksternal.