Jakarta, CNBC Indonesia – Harga saham emiten-emiten pertambangan tiba-tiba melesat pada perdagangan sesi I, pagi ini, Rabu (2/9/2020) seiring dengan mulai naiknya harga batu bara global. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) memimpin penguatan saham tambang batu bara pada pagi ini.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, saham ADRO melesat 3,95% di level Rp 1.185/saham dengan nilai transaksi Rp 164 miliar dan volume perdagangan 139,2 juta saham. Dalam 30 hari perdagangan terakhir saham ADRO ini naik 9% dan 3 bulan terakhir naik 18% dengan kapitalisasi pasar Rp 37,74 triliun.
Berikutnya saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) masuk top gainers hari ini dengan penguatan 2,80% di posisi Rp 294/saham. Nilai transaksi mencapai Rp 26,4 miliar dengan volume perdagangan 89,6 juta saham.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun saham tambang khususnya tambang mineral dengan penguatan paling tinggi melebihi ADRO yakni PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC).
Bisnis ZINC pada awalnya yakni bijih besi, tapi sejak 2014 perseroan fokus ke dalam produksi Galena (PbS) sehubungan dengan harga pasar bijih besi yang terjun bebas. Galena adalah mineral berwarna abu-abu kebiruan dengan kilap logam yang tersusun atas senyawa Pbs, sumber utama logam perak.
Saham ZINC memimpin top gainer di BEI dengan penguatan harga saham 10% di level Rp 154/saham dengan nilai transaksi Rp 124,9 miliar dan volume perdagangan 822,3 juta saham.
Di sisi lain, saham emiten batu bara BUMN yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga naik tipis 0,48% di posisi Rp 2.110/saham dengan nilai transaksi Rp 24,93 miliar dan volume perdagangan 11,76 juta saham.
Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minus 0,17% di level 5.300 pada pukul 10.36 WIB dengan net sell asing Rp 150 miliar di pasar reguler.
Data Refinitiv mencatat, belakangan ini harga batu bara termal Newcastle memang melesat signifikan. Meskipun pada perdagangan kemarin, harga komoditas unggulan Indonesia dan Australia ini kembali mengalami koreksi.
Selasa (1/9/2020), harga batu bara Newcastle untuk kontrak yang aktif ditransaksikan tergelincir ke US$ 52,6/ton dari sebelumnya di harga US$ 52,75/ton. Harga batu bara turun 15 sen atau 0,28%.
Tim Riset CNBC Indonesia menilai kenaikan harga batu bara yang terjadi akhir-akhir ini pada dasarnya belum mencerminkan fundamental pasar batu bara. Lonjakan harga masih mencerminkan faktor teknikal di pasar berjangka (futures).
Bagaimanapun juga permintaan terhadap batu bara dari negara-negara konsumennya terutama di Asia masih lemah. Tengok saja impor batu bara India sepanjang tahun ini.
Berdasarkan data pelacakan kapal Refinitiv, impor batu bara termal maupun kokas India pada bulan lalu tercatat mencapai 12,2 juta ton. Hingga akhir Agustus impor batu bara India diperkirakan mencapai 12,7 juta ton untuk angka maksimalnya.
Penurunan volume impor India ini tak terlepas dari penerapan lockdown nasional yang ditempuh oleh negara tersebut pada Maret lalu untuk mengendalikan penyebaran virus corona di negara terpadat kedua di dunia sekaligus importir kedua terbesar setelah China.
Volume impor batu bara India di bulan Juli juga berada di angka 12 juta ton yang artinya tidak terlalu berbeda dengan volume impor Agustus. Impor batu bara India tercatat paling parah di bulan Juni dengan total impor hanya 8,8 juta ton saja.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT