Maria Taramen (kanan) aktivis lingkungan Pulau Bangka © Facebook Maria Taramen
—
Di Glasgow, Skotlandia, para pemimpin dunia tengah mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan dan menanggulangi isu perubahan iklim global dalam ajang COP26.
Konferensi yang digelar pada 1-12 November 2021 ini dihadiri lebih dari 100 kepala negara dan kepala pemerintahan.
COP26 merupakan pertemuan yang mengevaluasi hasil dari Perjanjian Paris tahun 2015 yang bertujuan untuk menghindari bencana akibat perubahan iklim. Selama konferensi berlangsung, para pemimpin dunia mempromosikan upaya mereka dalam membatasi emisi gas rumah kaca.
Menukil dari Bbc.com, dari berbagai agenda yang dibahas, beberapa poin penting dari konferensi tersebut antara lain pengurangan emisi gas rumah kaca, mendorong peningkatan produksi energi terbarukan, mempertahankan suhu global di bawah dua derajat Celsius, serta komitmen dalam menyisihkan miliaran dolar untuk membantu negara miskin dalam menghadapi perubahan iklim.
Ketika aksi para pemimpin yang sedang membahas krisis iklim mendapat sorotan dari berbagai media di seluruh dunia, di luar sana ada sosok-sosok ‘orang biasa’ yang telah melakukan aksi nyata demi pelestarian lingkungan di sekitarnya.
Salah satunya adalah Maria Taramen, aktivis lingkungan Tunas Hijau yang mati-matian menjaga kelestarian Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Nama Pulau Bangka menjadi perhatian para pemerhati lingkungan sejak hadirnya PT Mikgro Metal Perdana (MMP) yang akan menambang bijih besi di pulau tersebut dan mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi bijih besi dari Sompie Singal yang saat itu menjabat sebagai Bupati Minahasa Utara.
Perlu diketahui bahwa bijih besi biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan benda-benda bermaterial besi dan baja. Mulai dari klip kertas, mobil, balok baja, tiang, furnitur, sepeda, perkakas, dan ribuan benda lain.
Seperti dilansir Tribunnews, rekomendasi DPD RI pada tahun 2012 menyebutkan bahwa Pulau Bangka tidak boleh ditambang. Hal ini sesuai dengan aturan bahwa tidak ada aktivitas pertambangan skala besar di pulau kecil.
Mendengar kabar tersebut, Maria tak bisa tinggal diam. Wanita berusia 38 tahun tersebut dengan tegas menolak pertambangan bijih besi oleh PT MMP. Alasannya sederhana, ia tak ingin lingkungan kampung halamannya dirusak.
Setelah melalui serangkaian aksi dalam menolak pertambangan, upaya Maria berbuah hasil. Tahun 2015, sidang di Pengadilan Usaha Tata Negara yang dipimpin Hakim Tri Cahya Indra Purnama membatalkan Surat Keputusan (SK) tentang IUP Operasi Produksi tambang bijih besi PT MMP.
Nama Maria Taramen mungkin belum terdengar sampai ke pertemuan tingkat pemimpin dunia, tetapi aksinya dalam menjaga lingkungan begitu nyata. Meski harus penuh drama dalam prosesnya, tetapi pada akhirnya menghasilkan dampak yang bisa dirasakan oleh lingkungan sekitar.
Kira-kira apa saja yang dilakukan Maria dalam hal menolak pertambangan di wilayahnya? Untuk mengetahui hal tersebut lebih lanjut, GNFI berhasil menghubungi sang aktivis pada Rabu (10/11/2021) dan berbincang-bincang mengenai perjuangannya dalam menyelamatkan Pulau Bangka.
Berikut kutipan perbincangannya.
KMPA Tunas Hijau | Twitter @MariaTaramen83
Awal kami tahu keberadaan tambang di Pulau Bangka itu tahun 2012 saat para pekerja PT MMP menginap di salah satu resort yang ada di Pulau Bangka. Rupanya di sana terjadi perselisihan antar pekerja dan owner resort itu mengerti bahasa mereka. Dari itu dia tahu ternyata keberadaan mereka di sana bukan sebagai turis atau wisawatan, tapi sebagai pekerja tambang yang waktu itu masih sembunyi-sembunyi dari warga.
Tahun 2013 mereka mulai datang Desa Ehe dan mulai menyatakan diri sebagai pihak perusahaan dan ingin melakukan pertambangan. Mereka juga mengatakan bahwa pihaknya sudah mengantongi izin dari Bupati Minahasa Utara dan Gubernur Sulawesi Utara saat itu.
Tapi mereka tidak pernah menunjukkan bukti fisik dari izin tersebut. Hanya katanya-katanya saja. Setelah ditelusuri, ternyata izin usaha pertambangan mereka pada waktu itu sudah keluar sejak tahun 2008 dan diperpanjang lagi tahun 2011.
Dasar saya menolak PT MMP melakukan pertambangan di Pulau Bangka ada beberapa hal. Pertama, Pulau Bangka sesuai dengan UU 27 tahun 2007 mengenai pulau-pulau kecil dan pesisir. Pulau Bangka itu dikategorikan sebagai pulau kecil yang dilarang ada kegiatan pertambangan.
Kemudian, sesuai dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW), peruntukkan Pulau Bangka itu untuk pariwisata, perikanan, perlindungan mangrove, olahraga air, untuk spot diving, dan salah satu penahan dari tsunami untuk pesisir Likupang.
Di Pulau Bangka itu terdapat empat desa dengan penduduk mayoritas hidup sebagai petani dan nelayan untuk kelangsungan hidup mereka yang telah ratusan tahun hidup dan menetap di Pulau itu. Belum lagi di Pulau Bangka masih hidup dan berkeliaran hewan-hewan endemik Sulawesi Utara seperti rusa.
Terakhir karena sumber mata air warga berasal dari bukit yang akan dijadikan lokasi pertambangan.
Maria Taramen | Facebook Maria Taramen
Langkah-langkah yang kami lakukan banyak, ya. Mulai dari berbagai aksi di semua pihak dan instansi terkait, menyurat ke berbagai pihak terkait masalah tambang. Mendukung warga melakukan protes hukum atau gugatan perdata terhadap IUP PT MMP ke pengadilan.
Setiap ada kunjungan kepala negara, menteri, Kapolri, dan Panglima TNI kami akan melakukan aksi spontanitas maupun SMS beruntun ke mereka meminta selamatkan Pulau Bangka dari kehancuran perusahaan Tambang PT MMP.
Kalau diamankan sejauh perjuangan Pulau Bangka sudah tidak terhitung ya. Bukan hanya di Polresta Manado saja kok, tetapi pernah juga di Polda Sulawesi Utara, Polres Minahasa Utara, dan Korem (Komando Resor Militer) Sulawesi Utara.
Saya diamankan saat ada kunjungan RI 1 atau RI 2 zaman SBY dan Jokowi. Pernah juga saat kunjungan Kapolri dan Panglima. Alasannya karena kami melakukan aksi spontanitas menyampaikan dan meminta pemerintah segera mencabut izin usaha pertambangan PT MMP dari Pulau Bangka.
Izin PT MMP itu sudah selesai proses hukumnya di Mahkamah Agung. Dengan status izin mereka dicabut dan tidak boleh melakukan aktivitas apapun di Pulau Bangka lagi.
Penimbunan besar-besaran yang dilakukan di pesisir pantai Desa Ehe itu telah membuat hutan mangrove hilang, spot diving hilang tertutup bebatuan, bukit-bukit menjadi rata, tanaman warga seperti pohon kelapa, pisang, cengkeh, pala dan lain-lain juga hilang.
Sumber mata air yang tadinya menjadi sumber mata air dua desa, sudah tidak bisa di akses bebas lagi karena sudah dikuasai perusahaan. Jadi terserah mereka, apakah mau dialirkan ke warga atau tidak.
Sampai detik ini, tidak ada pemulihan apapun dari pemerintah atau pihak terkait.
Aksi penolakan tambang PT MMP | Facebook Maria Taramen
Pemulihan memperjelas status Pulau Bangka sebenarnya. Karena sampai detik ini alat-alat dan mess perusahaan masih ada di tempatnya, tidak pernah di eksekusi dan diangkut keluar dari Pulau Bangka.
Itu bohong. Rumah yang lunas terbayar tidak lebih dari lima rumah atau lahan. Selebihnya hanya dicicil 30 persen dan ada yang 70 persen.
Sampai detik ini sudah ratusan tahun keturunan yang hidup di Pulau Bangka, tidak ada anak-cucu mereka yang hidup jadi pengemis atau gelandangan.
Orang-orang yang kemarin menerima tambang itu orang-orang yang hidupnya mau kaya mendadak dan hidup sesuai keinginan mereka untuk status sosial. Itu hanya beberapa saja. Padahal tanah yang dijual-jual itu bukan hasil jerih payah mereka, tapi tanah warisan dari leluhur mereka.
Ada informasi akhir-akhir ini yang beredar seperti itu. Tapi belum jelas juga nama perusahaan yang coba-coba mengobok-obok Pulau Bangka tersebut.
Kalau memang masih ada perusahaan tambang, entah itu PT MMP atau bukan, kami masih memiliki semangat yang sama untuk mengusir mereka yang coba-coba merusak pulau kecil nan indah itu.
Artikel di atas merupakan persembahan GNFI untuk memperingati Hari Pahlawan, 10 November 2021.
Mereka adalah segelintir dari banyak pahlawan lingkungan yang mampu membangkitkan asa, mendobrak pesimistis, dan bermanfaat bagi sekitarnya.
Selamat Hari Pahlawan, angkat topi untuk ”Para Penabur Lingkungan”.
Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.
Daftar komentar untuk artikel “Tolak Pertambangan Bijih Besi, Maria Taramen: Selamatkan Pulau Bangka!”
Terima kasih telah membaca sampai di sini
Terima kasih telah melaporkan penyalahgunaan yang melanggar aturan atau cara penulisan di GNFI. Kami terus berusaha menjadikan GNFI tetap bersih dari konten yang tidak sepatutnya ada di sini.
Sedang mengambil data